SAMARINDA, globalnusantara.co.id – BPJS Kesehatan baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-57 dengan acara seru di Balai K3 Samarinda, Jumat kemarin. Namanya “Gerakan Edukasi Bersama Komunitas Paham Sistem JKN” atau disingkat “Gema Kompas JKN”. Acara ini jadi bukti kalau BPJS Kesehatan serius ingin semua orang paham manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan menunjukkan kalau sistem ini sudah diakui dunia!
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, bilang kalau JKN Indonesia sudah keren banget sampai negara lain mau belajar dari kita.
“Banyak negara mau meniru cara kami mengatur biaya dan kualitas layanan,” kata Prof. Ghufron bangga. Ia juga mengingatkan kalau ada masalah di rumah sakit, jangan ragu hubungi BPJS Satu atau Care Center 165. Gampang, kan?
Di acara Gema Kompas JKN ini, BPJS Kesehatan enggak sendirian. Mereka gandeng empat komunitas penting di bidang kesehatan dan disabilitas, seperti Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia Kaltim dan yayasan-yayasan terkait kanker. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, Rony Setiawati, juga hadir mewakili Wakil Gubernur Kaltim, menunjukkan dukungan penuh dari Pemprov.
Rony Setiawati menegaskan komitmen Pemprov Kaltim untuk JKN.
“Kami ingin memastikan semua warga Kalimantan Timur bisa dapat pelayanan kesehatan yang adil dan berkualitas,” ujarnya.
Enggak cuma ngomong, Pemprov Kaltim juga buktikan dengan duit! Anggaran JKN di tahun 2025 naik 100%, dari sekitar Rp70 miliar jadi Rp159 miliar. Tujuannya jelas, supaya enggak ada lagi warga Kaltim yang susah berobat.
Prof. Ghufron juga salut sama Kaltim. Lebih dari 102% penduduknya, sekitar 4,1 juta orang, sudah jadi peserta JKN! Ini angka fantastis yang bahkan ngalahin banyak negara maju.
“Dulu, orang miskin dilarang sakit. Sekarang, orang miskin kalau sakit dilarang bayar, asal sudah jadi peserta BPJS,” tegas Prof. Ghufron, menandakan perubahan besar dalam jaminan kesehatan.
Untuk memastikan semua orang paham, BPJS Kesehatan kerja sama dengan 99 komunitas di seluruh Indonesia.
“Tujuannya biar mereka ngerti betul prosedur, apa yang ditanggung, dan kewajibannya,” jelas Prof. Ghufron.
Ia juga menekankan peran penting Puskesmas dan klinik sebagai ‘penjaga gawang’ alias gatekeeper pertama. Mereka yang paling tahu kondisi pasien dan bisa tentukan perlu dirujuk atau tidak. Jadi, kalau sakit, ke Puskesmas dulu ya!
Meski sudah ada anggaran dari daerah, Prof. Ghufron minta Pemda lebih peduli lagi soal public health (kesehatan masyarakat) dan supply side (fasilitas dan dokter ahli). “Kalau ada duit lebih, datangkan dokter spesialis, bangun fasilitas canggih. Itu bukan buat BPJS-nya, tapi buat warganya sendiri,” sarannya.
Prof. Ghufron juga menanggapi keluhan masyarakat yang merasa layanan BPJS beda dengan pasien umum. “Yang kasih layanan itu rumah sakitnya, bukan BPJS-nya. BPJS itu sama. Kalau beda, berarti rumah sakitnya yang belum paham atau pasiennya yang belum tahu,” tegasnya.
Ia mengingatkan, semua dokter sudah disumpah untuk tidak membeda-bedakan pasien berdasarkan suku, agama, atau status sosial. Jadi, kalau merasa diperlakukan beda, jangan ragu untuk melapor!
Dengan kolaborasi yang kuat antara BPJS Kesehatan, pemerintah daerah, dan masyarakat, harapannya JKN bisa terus maju dan memastikan semua warga Indonesia punya akses kesehatan yang layak dan setara.