SANGATTA, globalnusantara.co.id — Drama persidangan sengketa lahan antara Kelompok Tani Busangdengan dan Koperasi Demas Sinar Mentari (DSM) memanas pada sidang tanggal 24 Juli 2025. Keterangan dari saksi-saksi yang dihadirkan pihak koperasi dinilai penuh kejanggalan dan mengarah pada dugaan rekayasa fakta.
Menurut Jamil, perwakilan dari Kelompok Tani Busangdengan, Koperasi DSM awalnya berencana menghadirkan lima saksi, namun hanya tiga yang muncul di pengadilan: Wan, Lingai, dan Ipui Bilung. Ironisnya, ketiga saksi ini ternyata adalah individu yang, menurut Jamil, sudah tidak aktif dalam kegiatan Kelompok Tani Busangdengan.
Saksi bernama Wan mengaku hadir saat pembentukan kelompok tani pada 2008. Namun, ia kemudian mengakui tidak aktif lagi setelah 2009 hingga digelarnya rapat luar biasa pada 14 Oktober 2019. Kejanggalan muncul saat Wan bersikukuh bahwa ia aktif sejak awal hingga proses pelepasan hak terkait surat hibah, sebuah klaim yang dinilai kontradiktif dengan pengakuannya sendiri.
Lebih lanjut, kesaksian Lingai menjadi sorotan utama. Lingai diklaim sebagai anggota kelompok tani saat rapat luar biasa. Namun, Jamil menegaskan bahwa Lingai yang dihadirkan ini bukan anggota sah Kelompok Tani Busangdengan. Anggota yang benar bernama Ingai (Domianus Ingai). Saat ditanya di mana lokasi lahannya, Lingai nampak kebingungan dan tidak bisa memberikan jawaban. Ini semakin menguatkan dugaan bahwa ia memang tidak memiliki lahan. Terkuak pula bahwa pernyataannya di persidangan dibuat dan disuruh ditandatangani oleh Penasihat Hukum (PH) Koperasi DSM.
Saksi ketiga, Ipui Bilung, juga memberikan keterangan serupa. Setelah didesak, ia akhirnya mengakui ketidakaktifannya sejak awal dan ketidaktahuannya mengenai masalah lahan tersebut.
“Mereka mengakui semuanya, hanya saja, ini sudah diatur oleh DSM agar mereka bersaksi. Saya tidak tahu berapa uang yang dibayarkan kepada mereka agar bersaksi bohong.” ujar Jamil.
Selain kesaksian yang meragukan, dokumen yang diajukan Koperasi DSM juga menjadi sorotan. Jamil menyebut bahwa sertifikat pengukuhan kelompok tani yang dikeluarkan oleh PJ adalah dokumen rekayasa. Pasalnya, tanda tangan Imau Lenjau, mantan pejabat yang bersangkutan, diduga telah dipalsukan dalam dokumen tersebut.
“Saksi mereka sendiri mengakui bahwa Imau Lenjow tidak pernah menandatangani surat sertifikat untuk kelompok tani Busangdengan versi mereka,” jelas Jamil.
Menyikapi temuan ini, Kelompok Tani Busangdengan berencana untuk membongkar semua kebohongan tersebut pada sidang berikutnya. Mereka akan menghadirkan Imau Lenjow sebagai saksi kunci untuk membuktikan bahwa rapat luar biasa yang diklaim DSM tidak pernah ada dan pemalsuan tanda tangan adalah fakta yang tak terbantahkan.
“Kebohongan yang mereka ciptakan dan opini yang mereka bangun di persidangan ini, sedikit demi sedikit akan terbongkar semua,” tegas Jamil.
Ia berharap pengadilan dapat bertindak adil dan memutuskan perkara ini secara objektif, mengingat banyaknya kejanggalan yang telah terungkap.Kasus ini masih terus bergulir, dan perkembangan selanjutnya di persidangan akan sangat menentukan.